Rabu, 18 September 2013

Tarian Jathilan / Jaran kepang

tarian jathilan atau jaran kepang


Jathilan berasal dari kata jathil yang mengandung arti menimbulkan gerak reflek melonjak, sebagai tanda memperoleh kebahagiaan. Kebahagiaan ini tersirat dalam tarian yang diilhami oleh ceritera Panji yang mengisahkan pertemuan Panji Asmorobangun dengan Dewi Sekartaji.

Disebut juga jaran kepang karena tarian ini mempergunakan alat peraga berupa jaranan (kuda-kudaan) yang bahannya terbuat dari kepang (bambu yang dianyam), Sedangkan kuda lumping juga mempunyai arti yang sama karena lumping berarti kulit atau kulit bambu yang dianyam, sehingga secara bebas dapat diartikan sebagai pertunjukan dengan kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu atau kulit bambu.

Sesuai dengan perkembangan jaman, seni kuda lumping yang selalu ditampilkan untuk mendatangkan roh-roh itu berkembang menjadi kesenian yang ditampilkan hanya untuk menyongsong datangnya raja-raja atau pemimpin sebagai tamu resmi yang dihormati. Meskipun demikian dalam penampilannya masih juga ditemukan pemain-pemain yang kesurupan, tetapi pada prinsipnya bukan lagi bertujuan untuk mendatangkan roh-roh halus.

Sesuai dengan perkembangan jaman, kuda lumping tidak lagi dipertunjukkan dengan pemain yang kesurupan dan mendatangkan roh-roh halus. Bentuk tari kuda lumping jenis baru ini berkembang baik di beberapa tempat antara lain di Kabupaten Temanggung. Di sini kuda lumping sudah dikembangkan dengan kreasi-kreasi baru. sehingga gerak tari tidak lagi monoton. Para seniman dan seniwati dilatih dengan gerakan-gerakan baru yang dinamis dan indah sehingga dapat diterima oleh masyarakat luas.
Dengan demikian kini ada dua jenis tari kuda lumping yang dapat dinikmati, yaitu yang mengutamakan gerak tari yang enak ditonton dan jenis yang mengutamakan penampilan kesurupan pada pemainnya.

Kesenian jathilan yang merupakan cikal-bakal tari kuda lumping tentu sangat berbeda dengan tarian yang ada sangat berbeda dengan tarian yang ada sekarang. Perbedaan tersebut tampak antara lain pada alat musik, bentuk kuda, busana penari dan sebagainya. Alat musik pada Kesenian jathilan cukup dengan satu kendang, dua bende, tiga angklung dan satu gong bambu. Sedangkan kuda lumping sudah banyak sekali tambahannya, antara lain, kecek, demung, kenong, kelinning dan lain-lain.

Bentuk tari lumping, seperti namanya menyesuaikan gerakannya dengan gerakan-gerakan kuda dan rangkaian ragam tarinya menggambarkan olah keprajuritan yang tegas dan berjiwa ksatria. Nama ragam tarinya antara lain, untu walang, kiring duap, congklang, tamburan, dan pincangan.
Fungsi pertunjukan mengalami perubahan sangat nyata. Kalau dulu lebih banyak berfungsi sebagai pertunjukan yang diselenggarakan ketika berlangsung upacara tradisional, misalnya ketika berlangsung upacara bersih desa, kini lebih banyak berfungsi sebagai penyambutan tamu atau hiburan semata-mata. Dengan demikian pementasannya tidak lagi terikat oleh waktu dan tempat, tetapi dapat diselenggarakan di sembarang tempat.

Seni rakyat kuda lumping yang semula hanya digemari oleh masyarakat Jawa kini mulai dikenal dan digemari oleh masyarakat luar Jawa. Jathilan yang sangat tradisional kemudian berkembang menjadi tari kuda lumping dengan kreasi baru, membuat kesenian ini menarik untuk dinikmati. Bahkan wisatawan asing pun menggemari. Tari kuda lumping yang sudah sangat dikenal di bumi Nusantara sudah seyogyanya terus dikembangkan.

Selamat Hari Batik Nasional 2 oktober 2013

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 menetapkan tanggal 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. Hal ini berdasar...